Senin, 24 Maret 2008

PROSPEK PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK

Salah satu tantangan yang paling besar yang dihadapi dalam meningkatkan produksi tanaman adalah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Salah satu cara untuk mengatasi gangguan tersebut pada umumnya selalu menggunakan pestisida sintetis yang dapat meminimalkan kehilangan hasil akibat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Apabila penggunaan pestisida tersebut kurang bijaksana dan terus-menerus akan berdampak negatif terhadap konsumen dan lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari alternatif pengendalian yang ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan bahan tumbuhan sebagai pestisida nabati. Di Kalimantan Selatan dan Tengah, kaya akan sumber bahan nabati yang berfungsi sebagai pengendali hama seperti bahan penarik, penolak hama tanaman. Balittra telah mengkoleksi lebih dari 107 jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai bahan obat-obatan, kosmetik dan pestisida nabati. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa Lukut (Patycerium bifurcatum), Kapayang (Pangium edule), Kalalayu (Eriogiosum rubiginosum), Lua (Ficus glomerata), Galam (Melaleuca leucandra), rumput minjangan (Chromolaema odoratum), Sarigading (Nyctanthes arbor-tritis) dan tanaman Jingah (Glutha rengas). Mamali, tanaman maya. berpotensi dalam mengendalikan penggerek batang padi, dengan persentase kematian larva mencapai antara 55-85% dan bahkan dapat mencapai 100% seperti rumput minjangan, galam, tumbuhan mercon, kuringkit, sirih hutan/cambai, lukut, kapayang cukup efektif dalam dalam mengendalikan hama ulat grayak, ulat jengkal, ulat kubis dan ulat buah, sedangkan tumbuhan gulinggang cukup efektif dalam mengendalikan penyakit busuk buah. Sedangkan untuk tumbuhan gulinggang berpotensi untuk mengendalikan penyakit busuk buah pada tanaman lombok. Pemanfaatan daun jambu biji, daun lada, daun sirih dan rimpang lengkuas berpotensi untuk mengendalikan penyakit blas pada padi. Selain itu pula telah ditemukan beberapa jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai tanaman perangkap atau tanaman sebagai bahan attraktan penggerek batang padi adalah purun tikus (Eleocharis dulcis), kelakai (Stenochlaena palutris), perupuk (Phragmites karka), rumput bundung (Scirpus grosus), rumput purun kudung (Lepironea articulata). Tetapi dari kelima jenis rumputan tersebut yang paling disenangi dan paling banyak ditemukan kelompok telurnya hanya pada purun tikus, jumlahnya berkisar antara 3.570-6.179 kelompok telur/ha. Sedangkan pada tanaman padi berkisar antara 93-296 kelompok telur/ha

POTENSI TUMBUHAN KAPAYANG (Pangium edule) DAN PATI ULAT

Di Kalimantan Selatan dan Tengah, kaya akan sumber bahan nabati yang berfungsi sebagai pengendali hama seperti bahan penarik, penolak hama tanaman. Balittra telah mengkoleksi lebih dari 90 jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai bahan obat-obatan, kosmetik dan pestisida nabati. Mengingat dalam mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman petani selalu mengandalkan pestisida kimiawi. Apabila penggunaan pestisida tersebut kurang bijaksana dan terus-menerus akan berdampak negatif terhadap konsumen dan lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari alternatif pengendalian yang ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan bahan tumbuhan sebagai pestisida nabati. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa tumbuhan Kapayang (Pangium edule), berpotensi sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan penggerek batang padi, ulat kubis, ulat jengkal dan ulat buah. dengan persentase kematian larva mencapai antara 55-85%, dan selain itu ekstrak dari buah kapayang (Pangium edule) juga berpotensi sebagai penghambat investasi dari lalat pada ikan. Untuk tumbuhan pati ulat, pada umumnya digunakan petani rawa dalam mengawetkan ikan dari dari serangan lalat ikan. Dengan demikian kedua jenis tumbuhan tersebut berpotensi sebagai pestisida nabati dan sebagai bahan pengawetan ikan.

POTENSI GULMA RAWA SEBAGAI BAHAN ATTRAKTAN TERHADAP PENGGEREK BATANG PADI PUTIH (Scirpophaga innotata Walker)

Di daerah lahan pasang surut Kalimantan Selatan dan Tengah ditemukan banyak sekali dan sangat beragam jenis gulma yang terdari golongan berdaun lebar, rumput-rumputan dan golongan teki. Dari beragamnya jenis gulma tersebut tidak semuanya dapat merugikan atau berefek negatif bagi petani tetapi ada juga yang berdampak positif seperti gulma dari golongan teki yaitu purun tikus (Eleocharis dulcis). Hasil penelitian Balittra pada lahan pasang surut Kalimantan Selatan dan Tengah didapatkan lima jenis gulma/rumput yang disenangi oleh penggerek batang padi putih untuk meletakkan telurnya seperti gulma purun tikus (Eleocharis dulcis), kelakai (Stenochlaena palutris), perupuk (Phragmites karka), bundung (Scirpus grosus), purun kudung (Lepironea articulate. Berpijak dari hasil penelitian tersebut di atas dimana penggerek batang padi putih sangat tertarik meletakkan telurnya pada lima jenis gulma tersebut, maka perlu diteliti tentang ekstrak kelima jenis gulma tersebut sebagai bahan attraktan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak purun tikus (Eleocharis dulcis) yang tertinggi menarik imago penggerek batang untuk meletakkan telurnya kemudian sebagai urutan kedua adalah ekstrak gulma perupuk (Phragmites karka), kedua jenis gulma ini berpotensi sebagai attraktan bagi penggerek batang padi. Sedangkan bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak tersebut adalah dalam bentuk gulma yang segar.

POTENSI TUMBUHAN RAWA SEBAGAI BIOPESTISIDA DAN BIOFERTILIZER DALAM MENGDUKUNG PERTANIAN ORGANIK

Dalam rangka menunjang program pemerintan tentang sistem pertanian organik salah satu masalah adalah untuk mengurangi penggunaan bahan pestisida sintetik dan pupuk anorganik.). Untuk mengatasi hal tersebut di atas akhir-akhir ini telah dilakukan eksplorasi terhadap tumbuhan yang mampu digunakan sebagai bahan alternatif biopestisida dan biofertilizer dalam mengurangi percemaran lingkungan. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bahan rumput minjangan (Chromolaena odorata), dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati terhadap ulat grayak dan ulat jengkal dengan daya racun berkisar antara 70-85%. Dan disamping sebagai bahan utama insektisida nabati tumbuhan rumput minjangan ini juga berpotensi sebagai sumber pupuk N dan P, dengan kandungan masing-masing 3,04% dan 0,29%. Dengan demikian rumput minjangan ini mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai bahan utama insektisida nabati dan juga sebagai pupuk organik. Hasil penelitian lainnya tumbuhan rawa purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat digunakan sebagai tanaman perangkap penggerek batang padi putih, habitat musuh alami serta sebagai bahan attraktan penggerek batang padi dan di lain fungsi tumbuhan rawa purun tikus juga dapat digunakan sebagai bahan pemupukan organik dan sebagai biofilter unsur beracun bagi tanaman. Besarnya kandungan unsur hara dari bahan organik purun tikus N (3,36%), P (0,43%), K (2,02%), Ca (0,26%), Mg (0,42%), S (0,76%) dan Al (0,57%). Selain itu pula tumbuhan Eceng gondok, Kai apu dan Azolla juga berpotensi sebagai sumber bahan organik. Dengan demikian jenis tumbuhan tersebut berpotensi sebagai bahan biopestisida dan biofertilizer.

TUMBUHAN ASAL KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH BERKHASIAT OBAT TRADISIONAL

Koleksi Plasma Nutfah Tumbuhan Obat

Usaha penggunaan bahan nabati dapat dimulai dengan mengoleksi tumbuhan yang telah diketahui manfaatnya, seperti bahan ramuan obat-obatan bahkan oleh masyarakat telah digunakan untuk mengendalikan hama tanaman. Selain itu juga perlu dikoleksi tumbuhan yang dapat mengakibatkan rasa gatal pada kulit, pahit, langu atau tidak disukai hama.
Penggunaan bahan nabati sebagai sumber senyawa bioaktif terutama sebagai bahan obat hampir tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, karena pada umumnya bahan nabati tersebut mudah terurai atau terdegradasi sehingga tidak persisten pada bahan makanan.
Takahashi (1981), menjelaskan bahwa pada dasarnya bahan alami yang mengandung senyawa bioaktif dapat digolongkan menjadi :
a. Bahan alami dengan kandungan senyawa antifitopotogenik (antibiotika pertanian).
b. Bahan alami dengan kandungan senyawa bersifat fitotoksik atau mengatur tumbuh tanaman (fitotoksin, hormom tanaman dan sebangsanya).
c. Bahan alami dengan kandungan senyawa bersifat aktif terhadap seranngga/binang uji (hormon, feromon, antifidan, repelen, atraktan dan insektisidal).

Koleksi plasma nutfah tumbuhan yang mengandung bahan bioaktif (refelen, atrraktan, insektisidal dan bahan obat) telah dilakukan di lahan rawa (pasang surut dan lebak), tadah hujan dan lahan kering di Kalimantan Selatan, dan Tengah pada tahun 2002 – 2007. Hasil koleksi terdiri dari golongan rumputan, semak dan pohon-pohonan. Nama-nama tumbuhan yang telah dikoleksi belum diketahui bahasa umumnya (Bahasa Indonesia), sehingga masih menggunakan Bahasa Daerah Banjar. Tumbuhan yang dikoleksi pada umumnya berhasiat sebagai obat, namun ada juga yang dapat meracun terutama pada kulit dan sebagian lagi mempunyai bau yang menyengat. Dari hasil eksplorasi tersebut ditemukan 177 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan bioaktif dan tumbuhan obat (Tabel 1).


Tabel 1. Jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati dan tanaman obat
di Kalimantan Selatan dan Tengah pada Tahun (2002 – 2007).


Sumber : Asikin dan Thamrin (2002-2007).


Manfaat Tumbuhan
Akhir-akhir ini telah banyak dilakukan eksplorasi terhadap bahan tumbuhan yang mengandung bahan bioaktif dan bermanfaat sebagai kesehatan masyarakat (bahan pengobatan), kosmetik dan pestisida nabati. Telah didapatkan 177 jenis tumbuhan yang sudah dikoleksi sebagian besar bermanfaat sebagai bahan pengobatan tradisional, dan selin itu pula bahan tersebut juga tetapi berfungsi sebagai bahan biopestisida seperti :

Rumput minjangan (Chromolaena odorata)
Tumbuhan ini dapat digunakan sebagai obat luka tanpa menimbulkan bengkak, tumbuhan ini berfungsi juga sebagai bahan insektisida nabati untuk mengendalikan beberapa jenis hama sayuran. Biller et al. (1994), melaporkan tumbuhan rumput minjangan juga dapat digunakan sebagai pakan ternak, namun harus melalui proses pengolahan seperti pengeringan dan penumbukan. Rumput minjangan mengandung Pas (Pryrrolizidine Alkaloids) sebagai racun, dan kandungan ini menyebabkan tanaman ini berbau menusuk, rasa pahit, sehingga bersifat repellent dan juga mengandung allelopati.

Cambai karuk (Piper caninum)
Tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai pengobatan tradisional sebagai obat dan berkhasiat untuk penyakit maag dan ginjal. Tanaman ini juga cukup meracun untuk mengendalikan hama daun sayuran. Menurut Campbell (1933) dan Burkill (1935) dalam Nunik et al. (1997) jenis tumbuhan yang telah diketahui berfungsi sebagai bahan obat, insektisidal dan repelen atau attraktan mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tanin. Wijaya Kusuma (1995), melaporkan bahwa seperti tumbuhan Alamanda yang mempunyai sifat racun, ternyata mengandung Triterpenoid resin. Getah dari tumbuhan Alamanda dapat mematikan belatung (larva diptera) dan jentik nyamuk.
.
Sirih (Piper sp)
Tanaman tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengobatan untuk sakit kepala.Dan selin itu pula daun sirih tersebut dapat digunakan sebagao bahan nabati untuk mengendalikan penyakit blas.
Mukhlisah, (2001) dalam Prayudi et al. (2002), melaporkan bahwa ekstrak daun sirih mengandung senyawa minyak atsiri, hidroksivacikol, kavikol, kavibetol, allypirokatekol, karvakrol, eugenol, eugenol metil ether, p-cymene, cineole, carryophillene, cadinene, estregol, terpene, sesquiterpene, fenil propane, tannin, diastase, gula dan pati. Sementara itu rimpang lengkuas mengandung minyak atsiri, sesquiterpene, camphor, galangol, cadinene, dan hydrate hexahydrocadelene.
Diantara senyawa-senyawa tersebut baik secara individual maupun kerjasama yang sinergis mampu menekan perkembangan patogen blas.



PENUTUP
Di dapatkan 176 jenis bahan tumbuhan yang dapat dimanfattakan sebagai bahan pengobatan tradisional, bahan baku kosmetik dan bahan pembuatan pestisida nabati. Dengan demikian jenis-jenis tumbuhan ini perlu penelitian tentang budidaya dalam mengkonservasi agar tetap berkelanjutan.

TUMBUHAN ASAL KALIMANTAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI PESTISIDA NABATI

Di Kalimantan Selatan dan Tengah, kaya akan sumber bahan nabati yang berfungsi sebagai pengendali hama seperti bahan penarik, penolak hama tanaman. Balittra telah mengkoleksi lebih dari 90 jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai bahan obat-obatan, kosmetik dan pestisida nabati. Mengingat dalam mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman petani selalu mengandalkan pestisida kimiawi. Apabila penggunaan pestisida tersebut kurang bijaksana dan terus-menerus akan berdampak negatif terhadap konsumen dan lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari alternatif pengendalian yang ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan bahan tumbuhan sebagai pestisida nabati. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa Lukut (Patycerium bifurcatum), Kapayang (Pangium edule), Kalalayu (Eriogiosum rubiginosum), Lua (Ficus glomerata), Galam (Melaleuca leucandra), rumput minjangan (Chromolaema odoratum), Sarigading (Nyctanthes arbor-tritis) dan tanaman Jingah (Glutha rengas). Mamali, tanaman maya. berpotensi dalam mengendalikan penggerek batang padi, dengan persentase kematian larva mencapai antara 55-85% dan bahkan dapat mencapai 100% seperti rumput minjangan, galam, tumbuhan mercon, kuringkit, sirih hutan/cambai, lukut, kapayang cukup efektif dalam dalam mengendalikan hama ulat grayak, ulat jengkal, ulat kubis dan ulat buah, sedangkan tumbuhan gulinggang cukup efektif dalam mengendalikan penyakit busuk buah. Sedangkan untuk tumbuhan gulinggang berpotensi untuk mengendalikan penyakit busuk buah pada tanaman lombok. Pemanfaatan daun jambu biji, daun lada, daun sirih dan rimpang lengkuas berpotensi untuk mengendalikan penyakit blas pada padi.